Sekilas Info
Selamat datang di Website Resmi Desa Sriwidadi, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah

Artikel & Berita

Berita / Artikel

Implementasi Kebijakan 2 Arah, Sistem Pemerintahan Desa

Implementasi Kebijakan 2 Arah Sistem Pemerintahan Desa

 

Pendahuluan

Sistem pemerintahan desa di Indonesia telah mengalami berbagai dinamika dan perubahan yang signifikan, terutama dengan lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konteks ini, pemerintah desa memegang peran penting dalam menjalankan kebijakan yang mempengaruhi masyarakat di tingkat akar rumput. Salah satu pendekatan yang relevan untuk memahami dinamika pemerintahan desa adalah konsep kebijakan dua arah (top-down dan bottom-up). Kebijakan ini menekankan keseimbangan antara arahan pemerintah pusat dan partisipasi masyarakat lokal, yang diharapkan mampu menciptakan sistem pemerintahan yang lebih responsif dan berkelanjutan.

Definisi Kebijakan 2 Arah dalam Pemerintahan Desa

1. Kebijakan Top-Down

Kebijakan top-down dalam pemerintahan desa mengacu pada keputusan dan instruksi yang datang dari pemerintah pusat atau provinsi, yang kemudian diimplementasikan oleh pemerintah desa. Ini melibatkan pengambilan keputusan yang bersifat hierarkis, di mana keputusan penting dibuat di tingkat atas dan dijalankan di tingkat desa. Contoh dari kebijakan ini termasuk penetapan alokasi Dana Desa, pelaksanaan program pembangunan nasional, serta program sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Kebijakan ini sering kali diatur secara ketat oleh aturan-aturan hukum dan peraturan pemerintah, termasuk:

  1. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan kewenangan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mengarahkan pembangunan desa.
  2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 sebagai pelaksana dari UU Desa, yang mengatur secara detail bagaimana program-program pemerintah pusat dijalankan di desa.

2. Kebijakan Bottom-Up

Kebijakan bottom-up, di sisi lain, adalah proses pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat desa itu sendiri. Melalui mekanisme ini, masyarakat berperan dalam merumuskan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan lokal. Sistem ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi partisipatif di desa, di mana masyarakat bisa terlibat dalam Musyawarah Desa (Musdes), menyampaikan aspirasi dan prioritas mereka dalam pembangunan desa. Contoh nyata kebijakan bottom-up adalah pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, pembangunan infrastruktur yang diprioritaskan sesuai kebutuhan warga, hingga pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikelola langsung oleh masyarakat.

Landasan Hukum Kebijakan 2 Arah

Implementasi kebijakan 2 arah dalam sistem pemerintahan desa didukung oleh sejumlah regulasi dan peraturan yang memberikan kerangka hukum untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. Beberapa landasan hukum yang relevan antara lain:

1. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Undang-Undang ini adalah payung hukum utama yang memberikan otonomi kepada desa untuk mengelola urusan pemerintahan secara mandiri. Pasal-pasal dalam UU ini secara eksplisit mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, serta memberikan mandat kepada pemerintah desa untuk menjalankan program-program pemerintah pusat. UU Desa juga mengakui pentingnya keseimbangan antara arahan dari atas (top-down) dan inisiatif dari bawah (bottom-up) dalam pengelolaan desa.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa Peraturan ini menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pembangunan desa. Dalam proses perencanaan pembangunan desa, Musyawarah Desa (Musdes) menjadi forum penting di mana masyarakat dapat menyampaikan kebutuhan dan aspirasi mereka, yang kemudian dijadikan dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa).

3. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa PP ini menjelaskan secara rinci bagaimana UU Desa diimplementasikan, termasuk kewenangan pemerintah desa dalam melaksanakan kebijakan dari pusat dan kewajiban desa untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan. PP ini juga menjadi dasar dalam pelaksanaan kebijakan top-down di desa.

4. Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran penting dalam memastikan aspirasi masyarakat terwakili dalam proses pengambilan keputusan di desa. BPD menjadi penghubung antara pemerintah desa dan masyarakat, memastikan bahwa kebijakan bottom-up berjalan sesuai dengan kehendak warga desa.

Implementasi Kebijakan Top-Down dan Bottom-Up di Desa

1. Kebijakan Top-Down

Implementasi kebijakan top-down di desa terlihat jelas dalam berbagai program yang digulirkan oleh pemerintah pusat. Misalnya, Dana Desa yang setiap tahun disalurkan ke seluruh desa di Indonesia merupakan salah satu kebijakan top-down yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan desa dan mengurangi ketimpangan antarwilayah. Pemerintah pusat melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa yang harus diikuti oleh desa-desa penerima.

Namun, pelaksanaan kebijakan ini tidak tanpa tantangan. Desa sering kali harus menyesuaikan prioritas pembangunan mereka dengan arahan yang diberikan dari atas, yang kadang-kadang tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi lokal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah desa untuk tetap berkomunikasi dengan pemerintah pusat dan provinsi guna menyelaraskan kebijakan-kebijakan ini dengan kebutuhan nyata di lapangan.

2. Kebijakan Bottom-Up

Di sisi lain, kebijakan bottom-up dalam pemerintahan desa mendorong keterlibatan langsung masyarakat dalam pengambilan keputusan. Musyawarah Desa (Musdes) menjadi instrumen utama dalam menjalankan kebijakan ini. Dalam Musdes, masyarakat desa memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat, aspirasi, serta kebutuhan yang dianggap prioritas untuk diperhatikan oleh pemerintah desa. Contohnya adalah perencanaan pembangunan infrastruktur skala kecil yang dibiayai dari Dana Desa atau program BUMDes yang sepenuhnya berbasis pada inisiatif masyarakat lokal.

Keberhasilan kebijakan bottom-up sangat bergantung pada sejauh mana masyarakat terlibat secara aktif dan pemerintah desa memberikan ruang partisipasi yang luas. Pemerintah desa juga harus memastikan bahwa BPD dan elemen masyarakat lainnya berfungsi sebagai pengawas yang efektif terhadap kebijakan yang diambil, guna menghindari penyalahgunaan wewenang dan memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan warga.

Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Kebijakan 2 Arah

1. Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Top-Down

Salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan kebijakan top-down di desa adalah kurangnya fleksibilitas dalam menyesuaikan kebijakan pusat dengan kondisi spesifik desa. Pemerintah desa sering kali terbatas oleh aturan-aturan ketat yang tidak sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan lokal. Solusinya adalah mendorong desentralisasi yang lebih fleksibel, di mana desa dapat diberikan kewenangan lebih besar untuk menyesuaikan kebijakan pusat sesuai dengan kondisi lokal.

2. Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Bottom-Up

Sementara itu, kebijakan bottom-up juga menghadapi tantangan seperti rendahnya partisipasi masyarakat dan minimnya kapasitas pemerintah desa dalam mengelola aspirasi masyarakat. Untuk mengatasi ini, perlu dilakukan peningkatan kapasitas bagi aparatur desa melalui pelatihan, serta upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi dalam Musdes.

Kesimpulan

Implementasi kebijakan 2 arah dalam sistem pemerintahan desa merupakan pendekatan yang relevan untuk menciptakan keseimbangan antara perintah dari atas dan aspirasi dari bawah. Dengan dukungan regulasi yang kuat seperti UU Desa dan berbagai peraturan pelaksanaannya, pemerintah desa memiliki landasan hukum yang jelas untuk mengelola urusan pemerintahan desa secara partisipatif dan terarah. Namun, untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan ini, diperlukan sinergi yang baik antara pemerintah desa, masyarakat, dan pemerintah pusat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan kebutuhan lokal.

Beri Komentar

Komentar Facebook

layananmandiri

Hubungi Aparatur Desa
Untuk mendapatkan PIN

Statistik Penduduk

Desa Sriwidadi

300 LAKI-LAKI

294 PEREMPUAN

Total

594

Orang/Jiwa

Pendidikan

Wilayah

Agama

Usia/Umur

Pemilih

Perkawinan

Pekerjaan

VIDIO
Menu Kategori
Agenda
Arsip Artikel
Sinergi Program
Komentar
Media Sosial
Statistik Pengunjung
JADWAL IMSAKIYAH 1445 H/ 2024 M

MEDIA SOSIAL
Desa Sriwidadi, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas - Kalimantan Tengah

Hari ini:37
Kemarin:571
Total:151.227
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:18.118.95.203
Browser:Mozilla 5.0
Peta Lokasi Kantor
Peta Wilayah Desa

Transparansi APBD Desa

APBDes 2024 Pelaksanaan

PENDAPATAN

Anggaran:Rp 1.456.368.329,00
Realisasi:Rp 1.456.368.329,00
0%

BELANJA

Anggaran:Rp 2.912.736.658,00
Realisasi:Rp 2.912.736.658,00
0%

APBDes 2024 Pendapatan

Lain-Lain Pendapatan Asli Desa

Anggaran:Rp 1.792.529,00
Realisasi:Rp 1.792.529,00
0%

Dana Desa

Anggaran:Rp 712.450.000,00
Realisasi:Rp 712.450.000,00
0%

Bagi Hasil Pajak dan Retribusi

Anggaran:Rp 25.923.800,00
Realisasi:Rp 25.923.800,00
0%

Alokasi Dana Desa

Anggaran:Rp 716.122.000,00
Realisasi:Rp 716.122.000,00
0%

Bunga Bank

Anggaran:Rp 80.000,00
Realisasi:Rp 80.000,00
0%

APBDes 2024 Pembelanjaan

BIDANG PENYELENGGARAN PEMERINTAHAN DESA

Anggaran:Rp 638.452.460,00
Realisasi:Rp 638.452.460,00
0%

BIDANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA

Anggaran:Rp 444.860.000,00
Realisasi:Rp 444.860.000,00
0%

BIDANG PEMBINAAN KEMASYARAKATAN DESA

Anggaran:Rp 69.973.340,00
Realisasi:Rp 69.973.340,00
0%

BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Anggaran:Rp 184.282.529,00
Realisasi:Rp 184.282.529,00
0%

BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA, DARURAT DAN MENDESAK DESA

Anggaran:Rp 118.800.000,00
Realisasi:Rp 118.800.000,00
0%